PENGGUNAAN TEKNOLOGI DATA GRID UNTUK MEMBANGUN E-LEARNING DI LINGKUNGAN INHERENT UNIVERSITAS

Perkembangan digitalisasi data yang cepat, tidak hanya memerlukan penambahan kapasitas media penyimpanan tetapi juga memerlukan mekanisme untuk pengelolaannya. Adanya penyebaran data digital di beberapa lokasi yang berbeda merupakan salah satu cara mengatasi pertumbuhan data digital yang cepat. Permasalahannya dengan adanya penyebaran data tersebut diperlukan mekanisme agar para pengguna dapat mengakses informasi atau data tersebut dengan mudah dan cepat. Dewasa ini, mulai banyak dikembangkan komputasi grid yaitu penggunaan sumber daya yang melibatkan banyak komputer yang terdistribusi dan terpisah secara geografis untuk memecahkan persoalan komputasi dalam skala besar dan sumber daya secara bersama. Mekanisme untuk mengintegrasikan media penyimpanan data dan pengelolaan data pada lingkungan grid dinamakan Data Grid. Data grid berisi komputasi dan sumber daya penyimpanan yang tersebar di beberapa lokasi yang berbeda yang dapat diakses oleh para pengguna.

Salah satu teknologi yang umum digunakan sebagai infrastruktur data grid adalah Globus Toolkit. Teknologi Data grid ini dapat digunakan untuk aplikasi-aplikasi yang memerlukan mekanisme penyimpanan dan pengelolaan data yang besar dan tersebar, misalnya aplikasi e-Learning, Digital Library, Disaster Management, dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan infrastruktur komputasi grid yang ada di Universitas yaitu INGRID untuk mengembangkan aplikasi e-Learning yang sudah dibangun, dan mengusulkan penggunaan teknologi data grid untuk mengembangkan Grid e-Learning di lingkungan INHERENT Universitas,misalnya pada Universitas Indonesia.

Perkembangan Grid e-Learning di Dunia

1. Penelitian Grid e-Learning
Penelitian-penelitian tentang Grid e-Learning sudah banyak dilakukan. Arsitektur yang diusulkan berbeda-beda tergantung kebutuhan system yang dibangun. Penelitian mengusulkan penggunaan grid computing pada e-Learning yang bertujuan menyelesaikan permasalahan-permasalahan pada arsitektur web services seperti: scalability, availability, dan distribusi kekuatan komputasi seperti kapasitas penyimpanan. Arsitektur grid e-Learning yang digunakan dibagi menjadi dua bagian yaitu Core Grid Middleware dan Learning Management System (LMS). Penelitian ini juga mengembangkan grid untuk visualisasi obyek 3D sebagai salah satu metode pembelajaran yang interaktif.
Pada penelitian mengusulkan metode Adaptive e-Learning pada lingkungan China Knowledge Grid (CKG-AL) sebagai pusat pembelajaran, proses interaktif yang tinggi, dan permintaan e-Learning. Dengan berbasis ontology, CKG-AL menggunakan metadata untuk representasi knowledge, learning objects untuk pembangunan courseware, dan semantic link network untuk interkoneksi knowledge. CKG-AL dapat memisahkan bahan-bahan learning dari contents, sehingga akan meningkatkan efesiensi dan efektivitas pada pembangunan dan penggunaan kembali courseware, dan menyediakan fasilitas adaptive learning. Dengan mengadopsi ontology dan teknologi intelligent agent, CKG-AL membangun empat level Knowledge Nets untuk mendukung adaptive e-Learning, yaitu, KGDomain Knowledge Net merepresentasikan domain concept, KGCourse Knowledge Net berisi course materials, KGTutor Knowledge Net terdapat learner static model, dan KGLearner Knowledge Net terdapat learner dynamic model.
Penelitian menggunakan salah satu teknologi Grid Computing, yaitu “Data Grid” untuk mengintegrasikan sumber daya komputer yang idle ke platform e-Learning, sehingga mengurangi permintaan dengan biaya tinggi oleh server atau komputer lainnya. Arsitektur yang diusulkan pada penelitian ini terdiri dari konfigurasi hardware & software, grid portal sebagai front end, data grid content sebagai back end, dan implementasi data grid. Konfigurasi hardware & software adalah penentuan spesifikasi hardware dan software yang digunakan. Grid portal menangani integrasi materi pelatihan dan bahan-bahan materinya. Data grid content mengelola penyimpanan data grid, sedangkan implementasi data grid menangani distribusi data grid.
Arsitektur sistem yang dibangun pada penelitian ini berdasarkan pada teknologi workflow dan standar LOLOM. Arsitektur yang diusulkan adalah komponen-komponen peer, disesuaikan dengan workflow engines dan users home environment, dimana komunikasi model peer-to-peer dilakukan pada saat eksekusi tugas-tugas. Tipe workflow yang digunakan untuk memilih koordinat proses learning adalah administrative yaitu mendefinisikan tugas-tugas di awal disesuaikan dengan struktur yang sudah ditentukan secara terurut pada saat eksekusi content. Arsitektur yang dibangun sudah diujicobakan untuk aplikasi e-Learning yang memerlukan kapasitas dan perhitungan yang tinggi misalnya untuk visualisasi mekanika fluida.
Penelitian lainnya tentang grid e-Learning adalah mengusulkan arsitektur pendidikan yang fleksibel untuk e-Learning yang dinamakan OntoEdu. OntoEdu’s core adalah ontology pendidikan dan dibagi menjadi empat bagian yaitu User adaptation, Service composition, Education ontology, dan Semantic Educational service Grid. Dengan ontology pendidikan dan semantic grid, OntoEdu merealisasikan konsep reusability, device and user adaptability, automatic composition, function and performance scalability. Implementasi OntoEdu1.0 menunjukkan bahwa arsitektur pada OntoEdu adalah bisa digunakan dan fleksibel.
Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan grid untuk membangun E-Learning merupakan suatu kebutuhan yaitu untuk mengatasi permasalahan bertambahnya banyaknya akses para pengguna yang menginginkan informasi apapun dengan mudah dan cepat. Di Indonesia sudah dilakukan beberapa penelitian tentang Komputasi Grid dan e-Learning tetapi belum ada yang melakukan penelitian untuk membangun e-Learning di lingkungan grid.

2. Penggunaan Grid e-Learning di Dunia
Beberapa negara sudah menggunakan grid untuk membangun e-Learning atau disebut dengan Grid e-Learning. Contohnya adalah negara tetangga yaitu Malaysia, yang dikenal dengan MyGfl (Malaysian Grid for Learning Guidelines on Web Resources, Learning Objects, & e-Learning Systems). Contoh yang lain adalah Taiwan, negara ini membangun secara komprehensif dan terintegrasi semua aplikasi grid menggunakan teknologi grid yang dinamakan KING (Knowledge Innovation National Grid). Aplikasi-aplikasi grid yang dikembangkan dan diintegrasikan adalah E-Learning Grid, Ecology Grid, Floot Mitigation Grid, Medical Grid, dan Bio Grid. Di Eropa juga telah membangun riset pada bidang grid e-Learning yang diinisialisasi oleh Universitas Salerno Italia, yang di sebut dengan LeGE-WG (Learning GRID Excellence Working Group), dan beberapa negara lainnya seperti India (VECC), German (D-Grid), Singapore (Singapore National Grid Project), dan Thailand (Thai National Grid Project).


3. Inisiatif Grid e-Learning di Indonesia
Dari penelitian-penelitian grid e-Learning yang sudah banyak dilakukan dan pengembangan grid e-Learning di beberapa negara menunjukkan bahwa grid e-Learning merupakan kebutuhan. Konsep grid e-Learning ini sangat diperlukan di Indonesia, karena sumberdaya manusia yang berkualitas tidak menyebar ke seluruh daerah, hanya terkonsentrasi di kotakota besar. Untuk membangun grid e-Learning ini diperlukan pembangunan infrastruktur dan mengembangkan aplikasi e-Learning. Pemerintah dalam hal ini adalah DIKTI sudah membangun infrastruktur yang dinamakan Indonesia Higher Education Network (INHERENT) yang dapat dimanfaatkan oleh universitas-universitas yang ada di Indonesia. Beberapa universitas yang sudah terhubung dengan INHERENT adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan beberapa universitas lainnya.
Beberapa universitas di Indonesia juga sudah mulai mengembangkan aplikasi e-Learning tetapi masih bersifat lokal pada universitas masing-masing, misalnya UI, ITB, UGM, ITS dan beberapa universitas yang lainnya. Dengan tersedianya infrastruktur INHERENT dan beberapa aplikasi e-Learning yang sudah dibangun di beberapa universitas maka pembangunan grid e-Learning yang terintegrasi pada level nasional seharusnya bisa dilakukan.

3.1 Tersedianya infrastruktur INHERENT
Pembangunan lingkungan grid sudah dilakukan oleh beberapa universitas di Indonesia misalnya UI, ITB, UGM, dan lainnya. InGRID merupakan merupakan awal pengembangan infrastruktur komputasi grid di atas INHERENT (Indonesia Higher Education Network) yang dikembangkan oleh UI yang dapat dimanfaatkan juga oleh universitas-universitas lain di seluruh Indonesia yang terhubung dengan INHERENT. InGRID ini akan menyediakan sumber daya komputasi yang minimal setara dengan 32 buah komputer PC (Pentium IV, 2 GHz) dan kapasitas penyimpanan data minimal 1 TB. Sumber daya komputasi grid ini akan dapat digunakan oleh para peneliti e-Science di perguruan tinggi – perguruan tinggi yang terhubung dalam INHERENT untuk menjalankan program-program komputer yang mereka miliki baik dalam bentuk program paralel (dengan basis MPI atau PVM) maupun program standalone yang membutuhkan sumber daya komputasi besar.
Selain mendukung para peneliti e-Science, pengembangan InGRID ini akan digunakan untuk mempelajari baik aspekaspek teknis maupun non-teknis (manajemen sumber daya komputasi tersebar) yang akan sangat dibutuhkan dalam mengembangkan inGRID lebih lanjut. Termasuk di dalamnya, aspek-aspek penerapan infrastruktur komputasi grid di dunia industri. Pada Gambar 1, diperlihatkan arsitektur INHERENT dan inGRID sebagai komputasi grid.
     

Gambar 1. Arsitektur INHERENT berbasis Grid
(sumber: https://grid.ui.ac.id/gridsphere/gridsphere)

Inisiatif pembangunan infrastruktur grid level nasional juga sudah dilakukan oleh salah satu peneliti komputasi grid diUniversitas Indonesia yang dinamakan RI-GRID. Infrastruktur komputasi grid di tingkat negara Republik Indonesia ini bertujuan memanfaatkan sumber daya komputasi yang berada di institusi-institusi penelitian baik saat ini maupun di masa akan datang sehingga dapat digunakan oleh para peneliti di negara ini untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Suatu infrastruktur komputasi grid di tingkat nasional akan dapat menekan biaya investasi dibandingkan bila masing-masing institusi penelitian di negara tersebut harus mengadakan perangkat komputasinya sendiri-sendiri.
Lebih lanjut, sistem komputasi grid yang menuntut penggunaan sumber daya komputasi secara bersama-sama akan menumbuhkan semangat berkolaborasi di antara para peneliti tersebut. Hal ini merupakan sesuatu yang amat positif untuk menumbuhkan kolaborasi dikalangan peneliti di Indonesia. Salah satu prasyarat dari pembentukan RI-GRID adalah tersedianya suatu backbone jaringan berkapasitas besar untuk menghubungkan simpul-simpul penghubung di masing-masing institusi. Kebutuhan ini dapat dipenuhi oleh INHERENT yang telah dibangun pada tahun 2006. Bagian utama dari INHERENT, yang menghubungkan 6 kota di pulau Jawa, akan memiliki lebar pita mulai 2 Mbps dan akan ditingkatkan sampai 155 Mbps. Disamping itu, interkoneksi INHERENT yang juga menghubungkan kota-kota di luar pulau Jawa akan memungkinkan akses atas RI-GRID bagi para peneliti di kota-kota tersebut.

3.2 SCeLE (Student Centered e-Learning Environment) di Universitas Indonesia
Salah satu universitas yang sudah mengembangkan e-Learing adalah UI. Untuk kegiatan pendukung e-Learning, Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom) UI telah mengembangkan sebuah Learning Management System berbasis open source yang disebut dengan SCeLE (Student Centered e-Learning Environment). SCeLE dilengkapi dengan segala macam fasilitas untuk menunjang pembelajaran menggunakan metode e-Learning seperti: manajemen mata ajaran, manajemen tugas, forum diskusi, tracking untuk kegiatan siswa, personalisasi, perpustakaan digital yang dikenal dengan LONTAR, dsb.
SCeLE menjadi pusat kegiatan pembelajaran e-Learning siswa yang bisa diakses dimana saja dan kapan saja. Selain itu, untuk menunjang efesiensi dalam proses administrasi pembelajaran, Fasilkom UI juga telah dilengkapi dengan berbagai sistem informasi yang terintegrasi dengan UI, seperti SIAK untuk administrasi akademis, evaluasi dosen oleh mahasiswa (EDOM) online untuk evaluasi kegiatan pembelajaran dosen oleh mahasiswa, sistem informasi beasiswa, sistem informasi biaya pendidikan, dsb. Sedangkan untuk pengembangan materi e-Learning, Fasilkom UI sudah memiliki beberapa software pendukung seperti articulate presenter untuk membuat power point dengan kemampuan penambahan suara dan tampilan yang baik, macromedia untuk pembuatan animasi, dan beberapa software pendukung lainnya. Semua kegiatan-kegiatan Fasilkom UI didukung suatu server sebagai pusat repository, dan fasilitas video conference. Fakultas Ilmu Komputer UI memiliki kelebihan karena tergabung di dalam UI yang memiliki fasilitas video conference yang diperoleh dari GDLN dan komunikasi yang bersifat synchronous antara dosen dan siswa yang letaknya berjauhan.

3.3 Arsitektur Grid e-Learning dalam lingkungan INHERENT
Dengan tersedianya infrastruktur lingkungan grid yaitu INHERENT dan aplikasi e-Learning maka pembangunan grid ELearning di Indonesia dapat dilakukan. Pada penelitian ini diusulkan penggunaan teknologi data grid untuk membangun e-Learning di lingkungan INHERENT dengan studi kasus untuk penerapan di Universitas Indonesia. Diharapkan dari penelitian ini, nantinya dapat diperluas ke beberapa universitas yang ada di Indonesia sehingga grid e-Learning level nasional bisa terwujud. Pada Gambar 2 terlihat arsitektur grid e-Learning pada lingkungan INHERENT yang diusulkan.
Gambar 2. Arsitektur grid e-Learningdi lingkungan INHERENT

Arsitektur grid e-Learning di lingkungan INHERENT tersebut terdiri dari: Learner, Interface, Middleware, Network (INHERENT), dan Content. Seorang siswa (learner) dimanapun berada dapat mengakses e-Learning portal untuk mencari informasi yang mereka inginkan melalui interface yang user friendly. Middleware dalam hal ini Globus akan memproses permintaan siswa tersebut dengan mengkomunikasikan permintaan tersebut melalui jaringan INHERENT ke E-Learning Content Server NETWORK (INHERENT) MIDDLEWARE Globus INTERFACE e-Learning Portal LEANERS e-Learning Content Server. Pada e-Learning Content Server akan diolah permintaan tersebut yang kemudian dikirimkan kembali hasil pencarian informasi tersebut ke siswa.
Secara garis besar arsitektur grid e-Learning tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu Grid Middleware dan e-Learning Content Server. Grid Middleware terdiri dari tiga layer yaitu connectivity, resource, dan collective. Pada connectivity layer menangani grid login, resource layer melayani semua informasi, mengatur status dan tipe semua resource pada grid. Sedangkan pada collective layer terdapat broker yang mengatur distribusi komputasi dan data grid; replica management yang mengatur replikasi data dan menghapus replika data; replica selection service digunakan untuk operasi find replica data.
Pada e-Learning Content Server menggunakan konsep Learning Management System (LMS). Secara umum tugasnya mengkoordinasi semua aktifitas yang berkaitan dengan learning. LMS ini terdiri dari empat bagian yaitu LMS login service, course management service, ontology service, dan e-Learning content. LMS login sama dengan grid login yaitu menggambarkan mekanisme hak akses pada LMS. Course management menangani aktifitas pencarian bahan-bahan course, sedangkan ontology service menangani pencarian secara semantic. E-Learning content berisi learning object misalnya bahan-bahan pelajaran (dlm bentuk HTML, XML) atau kumpulan beberapa learning object.

4. Penelitian Grid e-Learning di Universitas Indonesia
Kegiatan penelitian yang terkait dengan e-Learning di UI tergambar dengan dibentuknya Riset Lab Digital Library & Distance Learning. Terdapat beberapa mahasiswa S2 dan S3 yang sedang melakukan penelitian di Riset Lab ini berkaitan dengan e-Learning. Beberapa inisiatif penelitian yang terkait dengan content e-Learning adalah Intelligent Learning Object berdasarkan Variasi Gaya Belajar dalam Student Centered e-Learning Environment, Learning Object Recommender System untuk Personalisasi Pembelajaran pada Student Centered e-Learning Environment, dan Model Pembelajaran dengan Pendekatan Learning Style dalam e-Learning System. Dengan inisiatif penggunaan teknologi data grid untuk mengembangkan e-Learning maka beberapa penelitian berikutnya sedang dikembangkan misalnya penggunaan data grid untuk digital library, e-Lab atau e-Class.

5. Kesimpulan
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa teknologi Data Grid dapat digunakan untuk pengelolaan informasi atau data yang besar dan tersebar, sehingga dapat digunakan untuk membangun e-Learning. Pembangunan grid e-Learning di Indonesia sudah bisa dilakukan karena sudah tersedianya infrastruktur INHERENT, aplikasi-aplikasi e-Learning dan penelitian-penelitian yang terkait dengan e-Learning. Dengan pembangunan grid E-Learning ini, setiap siswa dimanapun berada dapat memperoleh informasi atau pengetahuan yang berkualitas dengan mudah dan cepat karena mempunyai hak akses yang banyak, kemudahan hak akses, dan kecepatan mendapatkan informasi yang diperlukan. Dengan demikian permasalahan negara dalam penyebaran sumber daya manusia yang berkualitas yang tidak merata dapat diminimalisasi.
Disamping itu, keterbatasan akses terhadap pendidikan yang berkualitas dapat diatasi karena para siswa bisa belajar dari mana saja dan kapan saja. Saat ini, penelitian mengenai Grid e-Learning ini masih terus dilakukan, terutama dengan memanfaatkan beberapa sumber pembelajaran dari beberapa institusi. Suatu saat nantinya, para siswa akan memiliki pilihan yang banyak mengenai materi pembelajaran dari berbagai institusi pendidikan yang berkualitas.

Sumber :
1. inGRID, Komputasi Modern Bagi Jaringan Perguruan Tinggi Indonesia
2. inGRID lebih lengkap
1 Response
  1. mayy Says:

    artikel yang bagus.,
    sangat bermanfaat .,
    sukses !